Dahulu ketika Rasulullah SAW masih hidup,
beliau hanya sakit dua kali saja, yaitu ketikaturunya wahyu pertama Al-Qur’an,
yaitu ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangatsehingga menimbulkan
demam hebat. Yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau
mengalami sakit yang sangat parah, hingga akhirnya meninggal. Adapula yang menyebutkan
bahwa Rasul mengalamisakit lebih dari dua kali.Berapapun jumlahnya, dua, tiga
atau empat kali, memperjelas gambaran bahwa beliau memilikifisik sehat dan daya
tahan yang sangat luar biasa. Padahal kondisi jazirah arab terbilang keras,tandus,
dan panas. Siapapun yang mampu bertahan dalam kondisi seekstrem itu dalam waktu
berpuluh– puluh tahun plus puluhan kali peperangan yang dijalaninya, pastilah
memiliki dayatahan yang sungguh luar biasa.
Sekarang yang menjadi pertanyaan di benak
kita adalah mengapa Rasulullah SAW jarangsakit? Jawabanya karena secara
lahiriyah beliau mampu mencegah hal-hal yang berpotensidapat menimbulkan
penyakit Dengan kata lain beliau menekankan pada aspek pencegahandaripada
pengobatan. Jika kita telaah Al-Qur’an dan As-sunnah, maka kita akan menemukansekian
banyak petunjuk yang mengarah pada upaya pencegahan. Hal ini mengindikasikan betapa
Rasulullah SAW sangat peduli terhadap kesehatan. Dalam Shahih Bukhari saja tak kurang
dari 80 hadits yang membicarakan masalah ini belum lagi yang tersebar luas
dalam kitab Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad, dan
sebagainya.
Cara Rasulullah Menjaga Kesehatan
Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat
Rasulullah SAW selalu tampil fit dan jarang sakit, diantaranya:
1.
SELEKTIF TERHADAP MAKANAN.
Tidak ada makanan yang masuk kedalam mulut beliau,
kecuali makanan tersebut memenuhi sayarat halal dan thayyib (baik). Halal
berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkanya dan halal
barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik
tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran
Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk
membersihkan air lir dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya kalian
menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alqur’an” (HR Ibnu Majah dan Hakim).
2.
TIDAK MAKAN SEBELUM LAPAR DAN BERHENTI MAKAN
SEBELUM KENYANG. Aturanya, kapasitasperut dibagi dalam tiga bagian, yaitu
sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan
sepertiga lagi untuk udara. Disabdakan “Anak Adam idak memenuhkan suatu tempat
yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat
memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain maka, maka (ia dapat
mengisi perutnya) dengan sepertiga makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya
lagi untuk pernafasan.”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
3.
MAKAN DENGAN TENANG, TUMA’NINAH, TIDAK
TERGESA–GESA, DENGAN TEMPO SEDANG.
Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan dari
tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun lebih ringan. Makanan pun bias
dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ pencernaan bias berjalan
sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam
jangka waktu lama bias menimbulkan kanker di usus besar.
4.
CEPAT TIDUR DAN CEPAT BANGUN.
Beliau tidur di awal malam dan bangun pada pertengahan
malam kedua.Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu’ dan
sholat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau idak pernah tidur melebihi
kebutuhan (ex.tidur siang), namum tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar
yang dibutuhkan (ex.begadang) kecuali setelah isya’ beliau mempunyai majlis
ilmu bersama sahabat. Penelitian Daniel F Kripke, Ahli psikiatri dari
Univeritas California menarik untuk diungkapkan. Penelitian yang dilakukan di
Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden berusia 30-120 tahun mengatakan
bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko kematian yang lebih cepat.
Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam sehari. Nah,
Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi
beliau tidur tidak lebih dari 8 jam. Cara tidurnya pun syarat makna. Ibnul
Qoyyim Al Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul
tidur dengan memiringkan tubuh ke arah kanan, sambil berdzikir kepada Allah
hingga matanya terasa berat. Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah
kiri sebentar, untuk kemudian kembali kesebelah kanan. Tidur seperti ini
merupakan tidur yang paling efisien. Pada saat itu makanan bias berada dalam
posisi yang pas dengan lambung sehingga dapat menegendap secara proporsional.
Lalu beralih kesebelah kiri sebentar agar proses pencernaan karena lambung
mengarah ke lever, baru kemudian berbalik lagi kesebelah kanan hingga akhir
tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari lambung. Hikmah lainya, tidur
dengan miring kekanan menyebabkan beliau lebih mudah bangun utnuk sholat malam.
5.
ISTIQOMAH MELAKUKAN SHAUM SUNAT DI LUAR SHAUM
ROMADHON.
Karena
itu, kita mengenal beberapa shaum sunnat yang beliau anjurkan, seperti senin
kamis, Ayyamul Bith’, shaum Dawud, Shaum 6 hari di bulan Syawwal, dan
sebagainya. Shaum adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani
maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai macam
ampas makanan, menahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Shaum
menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap
terjaga. Sahum sangat ampuh utnuk detoksifikasi (pembersihan) yang sifatnya total
dan meyeluruh.
Selain lima cara hidup sehat ini, masih
banyak kebiasaan Rasulullah yang layak kita teladani. Dalam buku Jejak Sejarah
Kedokteran Islam Dr Ja’far Khadem Yamani, mengungkapkan lebih dari 25 pola
hidup Rasul berkait dengan masalah kesehatan, sebagian besar bersifat pencegahan.
Diantaranya, cara bersuci, cara ‘memanjakkan’ mata, keutamaan berkhitan, keutamaan
senyum, dsb. Yang tak kalah penting dari ikhtiar lagi Rasulullah sangat mantap
dalam ibadah ritualnya khususnya dalam sholat beliau pun memiliki ketrampilan
paripurna dalam mengelola emosi, pikiran dan hati. Penelitian terkini dalam
bidang kesehatan membuktikan bahwa kemampuan dalam memenej hati pikiran dan
perasaan, serta ketersambungan yang inten dengan Dzat Yang MahaTinggi akan
menentukan kesehatan seseorang, jasamani maupun rohani.